A. POSISI PEMEROLEHAN BAHASA TERHADAP
PEMBELAJARAN BAHASA
Bahasa pertama dan bahasa kedua sama-sama memiliki urgensi dalam
berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan.Semua kegiatan memerlukan
bahasa, tetapi tidak semua bahasa diperlukan dalam setiap kegiatan.Bahasa
merupakan sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer sekaligus
konvensional.Kesewenangan bahasa diterima oleh masyarakat karena adanya
kesepakatan bersama, sehingga hal ini yang menjadikan
setiap bahasa memiliki kekhasannya masing-masing.Pengunaan istilah bahasa
pertama perlu dibedakan dengan istilah bahasa ibu.Bahasa pertama mengacu pada
bahasa yang dikuasai anak sejak lahir sedangkan bahasa ibu mengacu pada bahasa
yang dikuasai oleh ibu si anak (sejak lahir).
Pembahasan mengenai bahasa kedua (B2) tidak terlepas dari pembahasan
mengenai bahasa pertama (B1).Bahasa kedua diperoleh setelah penguasaan bahasa
pertama.Pemerolehan bahasa kedua berbeda dengan pemerolehan bahasa pertama.
Perbedaan ini terletak dari proses pemerolehannya. Penguasaan B1 melalui proses
pemerolehan sedangkan penguasaan B2 melalui proses pembelajaran. Pembelajaran
B2 dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal hanya dengan cara
sengaja dan sadar. Hal ini berbeda dengan pemerolehan bahasa pertama yang
sifatnya alamiah serta dengan cara tidak sengaja dan tidak sadar.
1.
Pemerolehan Bahasa Pertama dan Bahasa Kedua
Proses anak mulai mengenal
komunikasi dengan lingkungannya secara verbal disebut dengan pemerolehan bahasa
anak. Pemerolehan bahasa pertama (B1) (anak) terjadi bila anak yang sejak
semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan
bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk
bahasanya.
Pemerolehan bahasa pertama (B1)
sangat erat hubungannya dengan perkembangan kognitif yakni pertama, jika anak
dapat menghasilkan ucapan-ucapan yang berdasar pada tata bahasa yang teratur
rapi, tidaklah secara otomatis mengimplikasikan bahwa anak telah menguasai
bahasa yang bersangkutan dengan baik. Kedua, pembicara harus memperoleh
‘kategori-kategori kognitif’ yang mendasari berbagai makna ekspresif
bahasa-bahasa alamiah, seperti kata, ruang, modalitas, kausalitas, dan
sebagainya. Persyaratan-persyaratan kognitif terhadap penguasaan bahasa lebih
banyak dituntut pada pemerolehan bahasa kedua (PB2) daripada dalam pemerolehan
bahasa pertama (PB1).
Melalui bahasa khusus bahasa
pertama (B1), seorang anak belajar untuk menjadi anggota masyarakat. B1 menjadi
salah satu sarana untuk mengungkapkan perasaan, keinginan, dan pendirian, dalam
bentuk-bentuk bahasa yang dianggap ada. Ia belajar pula bahwa ada bentuk-bentuk
yang tidak dapat diterima anggota masyarakatnya, ia tidak selalu boleh
mengungkapkan perasaannya secara gamblang.
Perkembangan bahasa anak adalah
suatu kemajuan yang sebarang hingga mencapai kesempurnaan. Pandangan kognitif
diwakili oleh Jean Piaget dan berpendapat bahwa bahasa bukan ciri alamiah yang
terpisah melainkan satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari
pematangan kognitif. Lingkungan tidak besar pengaruhnya terhadap perkembangan
intelektual anak. Yang penting adalah interaksi anak dengan lingkungannya.
Cara pemerolehan bahasa kedua
dapat dibagi dua cara, yaitu pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin dan
pemerolehan bahasa kedua secara alamiah. Pemerolehan bahasa kedua yang
diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudah dipahami. Materi
bergantung pada kriteria yang ditentukan oleh guru. Strategi-strategi yang
dipakai oleh seorang guru sesuai dengan apa yang dianggap paling cocok bagi
siswanya.
Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah
adalah pemerolehan bahasa kedua/asing yang terjadi dalam komunikasi
sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan,guru. Tidak ada keseragaman
cara. Setiap individu memperoleh bahasa kedua dengan caranya sendiri-sendiri.
Interaksi menuntut komunikasi bahasa dan mendorong pemerolehan bahasa.
Pemerolehan bahasa bersamaan dengan proses yang digunakan oleh anak-anak dalam
pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua. Pemerolehan bahasa
menuntut interaksi yang berarti dalam bahasa sasaran yang merupakan wadah para
pembicara memperhatikan bukan bentuk ucapan-ucapan mereka tetapi pesan-pesan
yang mereka sampaikan dan mereka pahami. Perbaikan kesalahan dan pengajaran
kaidah- kaidah eksplisit tidaklah relevan bagi pemerolehan bahasa, tetapi para
guru dan para penutur asli dapat mengubah serta membatasi ucapan-ucapan mereka
kepada pemeroleh agar menolong mereka memahaminya. Modifikasi-modifikasi ini
merupakan pikiran untuk membantu proses pemerolehan tersebut.
Ciri-ciri pemerolehan bahasa mencakup
keseluruhan kosakata, keseluruhan morfologi, keseluruhan sintaksis, dan
kebanyakan fonologi. Istilah pemerolehan bahasa kedua atau second language aqcuisition
adalah pemerolehan yang bermula pada atau sesudah usia 3 atau 4 tahun. Ada
pemerolehan bahasa kedua anak-anak dan pemerolehan bahasa kedua orang dewasa.
Ada lima hal pokok berkenaan dengan hubungan
pemerolehan bahasa pertama dengan pemerolehan bahasa kedua. Salah satu
perbedaan antara pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua ialah bahwa
pemerolehan bahasa pertama merupakan komponen yang hakiki dari perkembangan
kognitif dan sosial seorang anak, sedangkan pemerolehan bahasa kedua terjadi
sesudah perkembangan kognitif dan sosial seorang anak sudah selesai, dalam
pemerolehan bahasa pertama pemerolehan lafal dilakukan tanpa kesalahan,
sedangkan dalam pemerolehan bahasa kedua itu jarang terjadi, dalam pemerolehan
bahasa pertama dan bahasa kedua ada kesamaan dalam urutan perolehan butir-butir
tata bahasa, banyak variabel yang berbeda antara pemerolehan bahasa pertama
dengan pemerolehan bahasa. Kedua, suatu ciri yang khas antara pemerolehan
bahasa pertama dan bahasa kedua belum tentu ada meskipun ada persamaan
perbedaan di antara kedua pemerolehan.
Ada tiga macam pengaruh proses belajar bahasa
kedua, yaitu pengaruh pada urutan kata dan karena proses penerjemahan, pengaruh
pada morfem terikat, dan pengaruh bahasa pertama walaupun pengaruh isi sangat
lemah (kecil).
B.
ASAS-ASAS PSIKOLOGI DALAM
KETERAMPILAN MEMBACA DAN MENULIS
Asas-asas yang
mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca anak adalah asas psikologis. Asas ini
mencakup motivasi, minat, dan kematangan sosial, emosi, penyesuaian diri, dan
juga dari sisi neurologisnya.
Neurologis ini
berhubungan erat dengan otak setiap orang dan system yang ada di dalamnya. Ada
hubungan yang erat antara neurologis dan linguistic yang menjadi sebuah kajian Neuropsycholinguiistics yang
dibentuk oleh kata-kata neuro, psyche dan linguistics. Dalam hal ini perlu
dijelaskan hanyalah kata neuro yang mengandung acuan yang relative sama dengan
nerve yang berarti “saraf” dan psyche yang berarti pikiran dan mentalis. Dalam
system manusia, otak merupakan pusat saraf, pengendalian pikiran dan mekanisme
organ tubuh manausia, termasuk mekanisme yang mengatur pemrosesan bahasa.
Menurut chaer (2003;7), neuropsikolinguistik mengkaji hubungan antara bahasa,
berbahasa dan otak manusia.
1.
Keterampilan Membaca
·
Tahap dalam
membaca
Empat tahap dalam berbahasa yang sampai kini masih dianggap benar
adalah tahap mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Dua tahap yang
pertama berkaitan dengan bahasa lisan dan dua tahap terakhir dengan bahasa
tulisan. Tahap-tahap yang dimunculkan pada saat psikolinguistik belum lahir ini
ternyata mempunyai landasan psikologis yang kuat. Dari apa yang telah kita
pelajari pada bab-bab sebelum bab ini kita ketahui bahwa komprehensi selalu
mendahului produksi. Anak mulai berbahasa dengan mendengarkan lebih dahulu,
barulah kemudian dia mulai berbicara. Dua tahap berikutnya, mambaca dan
menulis, bukanlah merupakan persyaratan hidup karena tanpa dapat membaca atau
menulis manusia masih bisa tetap dapat mempertahankan hidupnya.
·
Perkembangan keterampilan membaca
Belajar
membaca mencakup pemerolehan kecakapan yang dibangun pada ketrampilan
sebelumnya. Jeanne Chall (1979) mengemukakan ada lima tahapan dalam
perkembangan kemampuan membaca, dimulai dari ketrampilan pre-reading hingga ke
kemampuan membaca yang sangat tinggi pada orang dewasa.
Tahap
0,
dimulai dari masa sebelum anak masuk kelas pertama, anak-anak harus menguasai
prasyarat membaca, yakni belajar membedakan huruf dalam alfabet. Kemudian pada
saat anak masuk sekolah, banyak yang sudah dapat “membaca” beberapa kata,
seperti “Pepsi”, “McDonalds”, dan “Pizza Hut.” Kemampuan mereka untuk mengenali
simbol-simbol populer ini karena seringnya melihat di televisi atau pun
di sisi jalan serta meja makan. Hal ini mengindikasikan bahwa
mereka dapat membedakan antara pola huruf, meskipun belum dapat mengerti
kata itu sendiri. Pengetahuan anak-anak tentang huruf dan kata saat ini secara
umum lebih baik ketimbang beberapa generasi sebelumnya, hal ini
dikarenakan pengaruh acara televisi anak seperti “Sesame Street.”
Tahap1, mencakup
tahun pertama di kelas satu. Anak belajar kecakapan merekam fonologi, yaitu
keterampilan yang digunakan untuk menerjemahkan simbol-simbol ke dalam suara
dan kata-kata. Kemampuan ini diikuti dengan tahap kedua pada kelas
dua dan tiga, di mana anak sudah belajar membaca dengan fasih. Di akhir kelas
tiga, kebanyakan anak sekolah sudah menguasai hubungan dari huruf-ke-suara dan
dapat membaca sebagian besar kata dan kalimat sederhana yang diberikan.
Tahap
4,
dimulai pada saat sekolah tinggi, direfleksikan dengan kemampuan baca
yang sangat fasih. Anak menjadi semakin dapat memahami beragam materi
bacaan dan menarik kesimpulan dari apa yang mereka baca.
·
Pengajaran Membaca
Ada
dua pendekatan penting pada instruksi membaca (reading instruction) dan
komentar tentang bagaimana bukti penelitian dipertimbangkan dalam topik ini.
Pada dasarnya (dan secara sederhana) instruksi membaca dapat dipikirkan
sebagai, baik itu (1) proses bawah ke atas (bottom-up process),
anak-anak mempelajari komponen-komponen individu suatu bacaan (mengidentifikasi
huruf, korespondensi suara-huruf [letter-sound correspondence])
dan meletakkannya bersamaan untuk memperoleh makna; atau (2) proses atas ke
bawah (top-down process), tujuan, pengetahuan latar belakang, dan
ekspektasi anak-anak menentukan informasi apa yang dipilih dari teks.
Proses terakhir ini merupakan suatu perspektif konstruktifis, mengingat kembali
ide-ide Piaget. Tentu saja, membaca yang terampil melibatkan bottom-up dan top-down
process, pembuatan tiap dikotomi artifisial. Namun demikian, reading
instruction, terutama pada tingkat awal, sering menekankan satu terhadap
lainnya, dan oleh karena itu dikotomi memiliki beberapa dasar dalam realitas.
Kurikulum
yang menekankan bottom-up process ditunjukkan melalui metode
fonik (phonics method). Di sini, anak-anak diajar korespondensi suara-
huruf spesifik, sering kali independen pada tiap konteks “yang penuh makna”.
Kurikulum yang menekankan top-down process ditunjukkan melalui pendekatan
bahasa-menyeluruh (whole-language approach). Menurut Marilyn Adams dkk.,
“whole-language approach menekankan bahwa pembelajaran dilabuhkan
pada dan dimotivasikan oleh makna. Selanjutnya, dikarenakan pemaknaan dan
kepemaknaan yang penuh (meaningfulness) perlu didefiniskan secara
internal dan tidak pernah melalui pernyataan (pronouncement),
pembelajaran dapat efektif hanya pada seberapa jauh pembelajaran secara
kognitif dikendalikan oleh siswa”. Oleh karena itu, kurikulum bahasa-menyeluruh
(whole-language curricula) menekankan pada ketertarikan membaca (reading
interesting) dan teks penuh makna (meaningful text) sejak dini.
Ruang kelas di mana bahasa keseluruhan diajarkan, lebih cocok berpusat pada
siswa (student centered) dibandingkan dengan berpusat pada guru (teacher
centered), memiliki integrasi membaca dan menulis dalam keseluruhan
kurikulum, memiliki penghindaran latihan bahasa, dan memiliki kesempatan kecil
dalam hal pengelompokan kemampuan secara kaku.
Bukti
penelitian yang didiskusikan semestinya membuat gamblang pentingnya pemrosesan
level dasar (bottom-up) dalam pembelajaran membaca. Keterampilan
fonologis merupakan prediktor tunggal terbaik kemampuan membaca (dan
ketidakmampuan membaca). Kemampuan tersebut tidak berkembang secara spontan,
dan biasanya mengeksplisitkan instruksi. Kurikulum yang mengabaikan phonics,
mengabaikan tentang bagaimana “bermaknanya”phonics membuat
pengalaman membaca, sedang meresikokan melek huruf pada kebanyakan siswanya.
2.
Keterampilan Menulis
Menulis adalah sesuatu yang terpenting yang ada pada kehidupan
kita, karena kitabah merupakan ungkapan tertulis yang dituangkan oleh penulis.
Pengertian kitabah menurut bahasa adalah kumpulan makna yang tersusun dan
teratur. Dan makna kitabah secara epistimologi adalah kumpulan dari kata
yang tersusun dan mengandung arti, karena kitabah tidak akan terbentuk kecuali
dengan adanya kata yang beraturan. Dan dengan adanya kitabah manusia bisa
menuangkan expresi hatinya dengan bebas sesuai dengan apa yang difikirkannya.
Dengan menuangkan ungkapan yang tertulis diharapkan para pembaca dapat mengerti
apa yang ingin penulis ungkapkan.
·
Tahap Perkembangan Menulis Anak
Buncil
(2010) menyebutkan tahapan menulis anak, antara lain:
Tahap 1: Coretan-Coretan Acak.
Tahap 1: Coretan-Coretan Acak.
Tahap 2: Coretan Terarah.
Tahap 3: Garis dan Bentuk Khusus diulang-ulang
Tahap 4: Latihan Huruf-Huruf Acak atau Nama.
Tahap 5: Menulis Nama.
Tahap 6: Mencontoh Kata-Kata di Lingkungan.
Tahap 7: Menemukan Ejaan.
Tahap 8: Ejaan Umum.
·
Kesulitan Menulis (Disgrafia)
Gangguan disgrafia mengacu kepada anak yang mengalamai hambatan
dalam menulis, meskipun intelegensianya normal (bahkan ada yang di atas
rata-rata) dan dia tidak mengalami gangguan dalam motorik maupun visual.
Gangguan ini juga bukan diakibatkan oleh masalah ekonomi dan sosial tetapi
merupakan hambatan neurologis dalam kemampuan menulis, yang meliputi hambatan
fisik, seperti: tidak dapat memegang pensil dengan benar atau tulisannya jelek.
Anak dengan gangguan disgrafia mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan
ingatan dengan penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan
angka.
·
Penanganan
disgrafia
Pahami
keadaan anak, menyajikan tulisan cetak, bangun rasa percaya diri anak, dan
latih anak terus menulis.
C.
TEORI DAN
HIPOTESIS PEMBELAJARAN BAHASA
1. Teori Pembelajaran bahasa
“ Pada dasarnya
Pembelajaran bahasa mengacu pada proses pemerolehan bahasa kedua (B2)”.
a.
Teori Monitor
Teori belajar bahasa asing/bahasa kedua dengan model monitor
mempunyai lima hipotesis dasar, yaitu (1) hipotesis pemerolehan belajar, (2)
hipotesis urutan alamiah, (3) hipotesis monitor, (4) hipotesis masukan, dan (5)
hipotesis saringan afektif .
b.
Teori Pajanan
Bahasa
Ada lima macam kompetensi yang saling mengisi dalam belajar bahasa
kedua, yaitu: (1) input (language expouser), (2) other knowledge, (3) explisit
linguistic knowledge, (4) implicit linguistic knowledge, dan (5) output.
c.
Teori
Akulturasi
Brown (1980a:129) memaknai teori akulturasi sebagai proses adaptasi
terhadap budaya baru. Proses adaptasi ini sangat penting dalam pemerolehan
bahasa kedua karena dia merupakan salah satu alat ekspresi budaya. Selain alat
ekspresi budaya, bahasa juga sebagai
alat komunikasi sosial.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa makin kuat kemampuan pembelajar mengadaptasi budaya
bahasa target, makin besar kemungkinan berhasil mempelajari bahasa itu.
d.
Teori Akomodasi
Teori
ini berasumsi bahwa dalam komunikasi dua arah atau interaksi bersemuka, di satu
sisi, pembicara berusaha menyesuaikan diri dengan mitra
tuturnya.Penyesuaian yang dimaksud
adalah modifikasi ujaran agar mudah diterima dan dipahami oleh mitra tutur.
Kebiasaan penutur asli menyederhanakan bahasanya ketika berbicara dengan
penutur asing adalah salah, satu bentuk modifikasi.Demikian pula, kalau
berbicara dengan anak-anak, orang tua pada umumnya berusaha menyesuaikan
bahasanya dengan bahasa anak-anak sehingga terjadi komunikasi dua
arah.Penyesuaian semacam ini disebut konvergensi atau berkonvergensi.
e.
Teori Wacana
Proses
pemerolehan bahasa kedua mirip dengan proses pemerolehan bahasa pertama. Dalam
proses pemerolehan bahasa, pembelajar juga mengembangkan kaidah struktur dan
penggunaan bahasa melalui komunikasi interpersonal. Kondisi ini sesuai dengan asumsi hipotesis
urutan alamiah yang mengklaim adanya kemiripan pemerolehan bahasa kedua dengan
bahasa pertama.
2.
Hipotesis pembelajaran bahasa
Hipotesis seputar pemerolehan B2 sangat beragam, Dalam bukunya
“Psikolinguistik” hanya diangkat 2 sumber yaitu Klein dan Krashen (dalam
Nababan, 1992)
a.
Hipotesis
Klein: Kesamaan pemerolehan (Identity Hypothesis)
Menurut
klein, tidak ada relevansi apapun dari pemerolehan bahasa yang diperoleh
sesorang sebelum ia memperoleh bahasa lainnya. Artinya pemerolehan B1 dan B2
melalui proses yang sama, yang diatur oleh aturan-aturan yang sama.
b.
Hipotesis
Krashen: Pendekatan Alamiah
Menurut
Krashen pendekatan alamiah meliputi 5 butir hipotesis, yakni:
·
Hipotesis
Pemerolehan lawan pembelajaran (Acquisition vs Learning)
Menurut
teori ini, seorang pembelajar B2 dewasa dapat mencamkan dalam hati
(internalize) aturan-aturan B2 melalui implicit (pemerolehan bawah sadar) dan
cara eksplisit (pemerolehan dengan sadar dan sengaja). Cara implicit selanjutnya
dinamakan pemerolehan (Acquisition) sedangkan yang eksplisit dinamakan
pembelajaran (Learning).
Dikotomi ini dilandasi rumusan sebagai berikut:
a.
Pemerolehan
memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan B1, sedangkan pembelajaran
adalah pengetahuan secara formal.
b.
Dalam
pemerolehan, pembelajar B2 seperti memungut B2 (picking up), sedangkan dalm
pembelajaran, pembelajar B2 mengetahui mengenai B2.
c.
Proses
pemerolehan berlangsung bawah sadar (subconscious) secara implicit, sedang
pembelajaran berlangsung dengan sengaja secara eksplisit.
d.
Dalam
pemerolehan tidak diperlukan bantuan pengajar, sedangkan dalam pembelajaran
diperlukan guru.
·
Hipotesis
saringan efektif (affective filter)-9
Pelajar B2 yang memiliki motivasi tertentu, yakni yang ingin menyamai penutur asli, dan
yang percaya diri biasanya lebih berhasil dari pembelajar B2 yang tidak
bermotivasi dan percaya diri. Disamping itu keberhasilannya ditentukan dengan
rendahnya tingkat kekhawatiran pembelajar sehingga sikap positif ini berimbas pada
hambatan atau saringan afektif yang
rendah. Artinya pembelajar tidak memiliki persaan ketegangan atau
kekhawatiran sehingga pembalajar lebih terbuka terhadap masukan bahasa yang
nantinya akan melekat pada pikiran. Sikap positif ini mendukung 2 hasil (1)
pembelajar menerima dorongan untuk memperoleh masukan yang lebih banyak lagi
dan (2) pembelajar menjadi lebih reseptif menerima masukan yang diperoleh
sehingga kemajuannya lebih cepat.
D.
ALAT PEMEROLEHAN BAHASA YANG DIBAWA SEJAK
LAHIR DIGAMBARKAN DENGAN BAGAN SEBAGAI BERIKUT:
|
![]() |
Tahap-tahap pemerolehan bahasa pertama
-
Tahapan
pemerolehan semantic (arti bahasa)
Bila
seorang anak akan mengatakan atau memahami sesuatu, maka dia harus memiliki
daftar kata-kata yang cukup memadai.
Tahapan
pemerolehan semantic pada anak, berdasarkan penelitian yang ada, digambarkan
sebagai berikut (Parera 1986:97-98):
a.
Konkret dan
abstrak
b.
Anak lebih
cepat mengenal makna yang konkret dari yang abstrak.
a)
Tahap
penyempitan makna kata
Berlangsung
antara umur 1 tahun enam bulan. Pada tahap ini anak menganggap satu benda
tertentu yang dicakup oleh satu makna menjadi nama dari benda itu.
b)
Tahap Medan
Semantik
Tahap
medan semantic berlangsung dari umur dua tahun enam bulan sampai dengan lima
tahun. Pada tahap ini anak mulai mengelompokkan kata-kata yang berkaitan ke
dalam satu medan semantic.
c)
Tahap
generalisasi dan Spesialisasi
Pada
tahap pemerolehan,anak belum bisa langsung mengenal bahwa mawar,melati,anggrek
termasuk bunga. Anak masih mengenal bahwa setiap benda yang hidup dan tumbuh
pada pohon tertentu bernama bunga,atau bahkan dia menyebut seluruh tanaman
sebagai bunga.
-
Tahapan
Pembentukan bahasa
a)
Aspek Fonologis
Pada
tahap ini anak akan belajar menggunakan dan mengucapkan bunyi-bunyian secara
benar.
b)
Aspek morfologis
Pada
tahap ini anak akan mempelajari sebuah kata dan mengubahnya dengan cara yang
benar, misalnya penggunaan kata-kata jamak,awalan dan imbuhan, penggunaan kata
yang memberi penjelasan dan juga penggunaan kata kerja.
c)
Aspek sintaksis
Pada
tahap ini anak akan belajar membentuk kalimat dengan baik.
-
Aspek
Penggunaan bahasa dan aspek Pragmatik
Dalam
fase ini anak akan menggunakan bahasa dalam konteks yang tepat dan untuk apa,
misalnya bila seseorang tengah bicara maka ia tidak akan bicara secara bersamaan,
tetapi ia akan menunggu sampai orang tersebut selesai bicara.
-
Teori- teori
Pemerolehan Bahasa Pertama
Dalam
pemerolehan bahasa pertama, terdapat dua teori utama :
1)
Nativist Theory
(Hipotesis Nurani)
Teori
ini dipelopori oleh Lenneberg dan Chomsky, yaitu bahasa merupakan warisan. Karena manusia
sejak lahir sudah dilengkapi dengan program genetic untuk berbahasa. Asumsi ini
menyatakan bahwa sebagian atau semua bagian dari bahasa tidaklah dipelajari atau
diperoleh, akan tetapi ditentukan oleh fitur-fitur nurani yang khusus dari
organisme manusia. Hipotesis ini menekankan terdapatnya suatu ‘benda (LAD)’
nurani yang dibawa sejak lahir khusus untuk bahasa dan berbahasa. Language
Acquisition Device (LAD) ini berfungsi untuk memungkinkan anak memperoleh
bahasa ibunya.
2)
Learning Theory
Teori
ini lahir dari pakar psikologi dari Harvard B.F. Skinner salah seorang tokoh
behaviorisme yang menyatakan dalam bukunya Verbal Behavior dalam Vender
(1984:82) bahwa semua pengetahuan bahasa yang dimiliki oleh manusia yang tampak
dalam prilaku berbahasa merupakan hasil integrasi dari peristiwa linguistic
yang dialami dan diamati oleh manusia. Karena itulah dikenal istilah teori
pembelajaran bahasa pengkondisian operan, yaitu prilaku berbahasa seseorang
dibentuk oleh serentetan peristiwa beragam yang muncul dari sekitar orang itu.
-
Implikasi teori
pemerolehan bahasa tehadap proses pembelajaran bahasa
1)
Implikasi dari
teori behavioristik/ Learning Theory dalam proses pembelajaran dirasakan kurang
memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem
pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus
dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya
pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada
diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
2) Implikasi teori ini dalam pengajaran
bahasa asing/bahasa kedua ialah adanya keyakinan bahwa manusia (yang normal)
dapat memperoleh atau mempelajari bahasa mana pun (hipotesis universal). Adapun
hasilnya sangat bergantung kepada banyak faktor, termasuk motivasi, kesempatan,
dan kualitas bawaan bahasa secara genetis (intelegensi bahasa).
E. PEMILIHAN MATERI, PENDEKATAN, METODE DAN STRATEGI BERDASAR
PSIKOLINGUISTIK
1.
Pemilihan
materi bahasa berdasar psikolinguistik
Materi
merupakan pegangan guru dan siswa dalam proses pembelajaran bahasa arab. Dengan
menggunakan materi, arah pembelajaran bahasa arab akan terarah dan jelas. Tapi
jika kita amati, sampai saat ini masih banyak lembaga sekolahan yang
menggunakan meteri bahasa arab yang belum relevan dan efektif, sehingga perlu
adanya revisi dan pembenahan.
Menurut penulis
dalam membuat dan menyusun materi, isi materi harus mencakup beberapa komponen,
yaitu empat kompetensi, ta’bir, istima’, qiroah dan kitabah, mufrodat
dan qowaidun Nahwiyah serta menentukan media praktek yang
digunakannya. Komponen tersebut harus ada dalam materi bahasa arab, agar
pembelajaran bahasa dipelajari secara menyeluruh dan siswa dapat dengan mudah
menguasai maharoh dan kaidah bahasa arab dengan baik dan aplikatif
Penyusunan
sebagaimana di atas adalah model penyusunan bahan ajar yang inregrated
curukulum, yaitu menyajikan bahan pembelajaran atau materi secara unit dan
keseluruhan, tanpa mengadakan pembatasan-pembatasan satu mata pelajaran atau maharoh
dengan yang lainnya. Salah satu contoh buku ajar bahasa arab yang menggunakan
model inregrated curukulum adalah Al-Arobiyatu Baina Yadaika. Model
penyusunan seperti ini, menurut penulis sangat baik dan efektif dalam
pembelajaran bahasa arab, karena mencakup semua maharoh, qowa’idun nahwiyah
dan mufrodat.
2.
Pendekatan
pembelajaran bahasa berdasar psikolinguistik
Pendekatan
adalah seperangkat asumsi berkenaan dengan hakikat bahasa dan hakikat belajar
mengajar bahasa. Pendekatan mencerminkan suatu falsafah, pandangan, pegangan
dan pendirian dalam melihat, memahami dan mendekati suatu objek atau
permasalahan. Dalam konteks bahasa arab, seorang guru seharusnya menggunakan
pendekatan yang relevan dan efektif dalam melihat dan memahami hakikat bahasa
arab dan hakikat peserta didik.
Dalam khazanah
keilmuan kita, ada beberapa pendekatan dalam pembelajaran bahasa arab. Pendekatan dalam pembelajaran bahasa ada 4. Yaitu pendekatan
humanistic, pendekatan teknik dan pendekatan analisis dan non analisis.dan
pendekatan komunikatif.
3.
Metode
pembelajaran bahasa berdasar psikolinguistik
Seorang guru
bahasa arab harus memahami ilmu psikologi dan linguistik atau psikolinguistik
dalam mengajarkan bahasa arab. Mengajarkan bahasa kepada anak kecil berbeda
dengan mengajarkan bahasa arab kepada anak besar, karena secara psikologis anak
kecil dan anak besar memiliki perkembangan kecerdasan yang berbeda. Anak kecil
belajar bahasa arab dengan jalan meniru orang disekitarnya di mana dia hidup.
Lingkungan yang mengelilingi anak sangat berpengaruh terhadap proses
pembelajaran bahasa arabnya. Oleh karena itu, disinilah peran sekolah untuk
mampu menciptakan lingkungan yang kondusif agar peserta didik dapat belajar
bahasa arab dengan mudah dan cepat
Dalam
pembelajaran bahasa ada lima metode, Pertama, metode nahwu dan
tarjamah. Metode ini dalam aplikasinya menekankan pada analisis penggunaan
nahwu dan praktek penerjemahan. Kedua, metode mubasyaroh,
yaitu metode pembelajaran bahasa yang lebih menekankan pada penggunaan bahasa
arab ketika proses interaksi pembelajaran di kelas.Ketiga, metode
audio lingual, metode ini menekankan pada praktek berbicara dan mendengarkan
dalam proses pembelajaran bahasa arab. Keempat, metode Qiroah,
yaitu metode yang lebih menekankan pada praktek membaca dalam proses pembelajaran.Kelima,
metode Ma’rifiyah, yaitu metode yang menekankan pada materi dan
pelatihan materi.
Metode audio-lingual masih mendominasi metode pembelajaran bahasa
arab untuk non arab, khususnya di lembaga resmi, seperti di universitas, dan
pusat-pusat bahasa milik pemerintah. Program pengajaran bahasa arab mengadopsi
metode audio-lingual dalam waktu yang panjang. Berdasarkan metode ini,
dibuatlah rancangan pelajaran, kurikulum dan buku ajar.
Metode
audio-lingual merupakan salah satu metode yang didasarkan asas psikolinguistik.
Metode ini mencerminkan pertemuan antara teori aliran behaviorisme dalam
psikologi dan teori structural dalam linguistic. Bahasa adalah gejala lisan
yang terucap dan tidak tertulis. Ada dua keahlian yaitu mendengar dan mengucap
yang didahulukan daripada kemahiran membaca dan menulis. Hal ini didasarkan
pada tingkat penguasaan bahasa oleh manusia dalam proses pemerolehan bahasa
berdasarkan ilmu psikolinguitik.
4.
Strategi
pembelajaran bahasa berdasar psikolinguistik
Empat
kompetensi bahasa arab dapat diterapkan secara bersamaan dan integratif, tanpa
harus memisah-misahkan satu dengan yang lainnya, karena bahasa merupakan suatu
sistem satu kesatuan. Menurut teori psikologi, bahwa akal manusia lebih dahulu
mendeteksi keseluruhan sebelum mendeteksi bagian-bagian. Dalam artian, dalam
proses belajar bahasa akal peserta didik lebih mudah menangkap jika keempat
kompetensi bahasa arab diajarkan secara bersamaan dalam satu kesempatan, tidak
diajarkan secara terpisah. Karena pembelajaran kompetensi bahasa arab secara
terpisah, peserta didik biasanya kesulitan dalam mengubungan satu sama lainnya.
Misalnya ta’bir, istima’, qiroah, kitabah, nahwu dan shorof diajarkan
secara terpisah, maka ketika peserta didik diperintah untuk menerapkan membaca
atau menulis dan menyusun kata sesuai kaidah nahwu dan shorof akan mengalami
kebingungan dan kesulitan
Oleh karena itu, pembelajaran bahasa arab
secara terpisah-pisah bagi pemula akan membingungkan dan menyulitkan.
Pembelajaran bahasa arab secara terpisah-pisah dapat diterapkan bagi peserta
didik yang telah baik bahasanya. Jika dalam kontek sekolahan, pembelajaran
bahasa arab secara integratif hendaknya diterapkan pada tingkatan dasar. Adapun
yang terpisah-pisah dapat diterapkan pada tingkatan lanjutan atau perguruan
tunggi. Tetapi bagaimana pun , penerapan pembelajaran bahasa arab secara
integratif atau terpisah berdasarkan pada tingkat penguasaan dan kemampuan
peserta didik terhadap bahasa, tidak hanya berdasarkan pada tingkatan dalam sistem
pendidikan.
F.
ASAS-ASAS
PSIKOLOGIS DALAM KETRAMPILAN BERBAHASA (ISTIMA’ DAN KALAM)
1.
Hubungan Asas Psikologis dengan pemerolehan bahasa
Dalam pendidikan terjadi interaksi antara
peserta didik dengan pendidik serta antara peserta didik dengan orang-orang
lainnya. Manusia berbeda dengan mahluk lainnya seperti hewan, benda dan
binatang karena kondisi psikologisnya.[13] Kondisi psikologis tiap individu
berbeda karena perbedaan tahap perkembangannya, latar belakang sosial-budaya,
juga karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa sejak kelahirannya.Minimal ada
dua bidang psikologi yang mendasari kurikulum, yaitu psikologi perkembangan,
karena peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses
perkembangan dan psikologi belajar, karena kemajuan-kemajuan yang dialami
peserta didik sebagian besar karena usaha belajar, baik berlangsung melalui
proses peniruan, pengingatan, pembiasaan, pemahaman, penerapan, maupun
pemecahan masalah.
Psikologi perkembangan membahas perkembangan
individu sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemuan spermatozoid dengan sel
telur sampai dengan dewasa. Sementara psikologi belajar merupakan suatu studi
tentang bagaimana individu belajar.Apabila landasan psikologi perkembangan ini
kita coba terapkan dalam pembelajaran bahasa Arab maka hal yang pertama kali
perlu diperhatikan adalah masalah kesesuaian materi dengan tahap perkembangan
peserta didik. Misalnya anak yang masih belajar bahasa Arab di tingkat Madrasah
Ibtidaiyah tentunya tidak tepat bila diberi materi pelajaran qawaid. Selain itu
dalam menyajikan materi pelajaran dari Madrasah Ibtadaiyah sampai Madrasah
Aliyah perlu dirancang sedemikian rupa dengan menjadikan masa/fase perkembangan
fisik dan intelektual peserta didik sebagai landasan dan menghasilkan susunan
materi yang berangkat dari hal-hal yang mudah menuju hal-hal yang rumit dan
kompleks. Sementara dari teori psikologi belajar kita bisa menerapkan beberapa
teori. Misalnya terori Stimulus-Respon dari aliran Behaviorisme.
Dengan model reward dan punishment dalam
pembelajaran tentunya siswa lebih bersemangat. Berikan saja hadiah yang
sederhana misalnya penggaris atau ballpoint untuk setiap jawabnya yang benar
yang diberikan oleh siswa. Atau ketika menghukum siswa, berilah hukuman yang
edukatif misalnya dengan menyuruh siswa menghafalkan 50 kosa kata baru dalam
bahasa Arab.
2.
Implikasi/penerapan asas
psikologis dalam ketrampilan istima’ dan kalam dalam proses pembelajaran
bahasa.
-
Pengertian
Istima’ Dan Tahapan Dalam Mempelajarinya :
Meyimak adalah sarana pertama yang digunakan manusia
untuk berhubungan dengan sesame manusia dalam tahapan-tahapan tertentu, melalui
menyimak kita mengenal mufrodat,bentuk-bentuk jumlah dan tarokib.
Salah satu prinsip linguistic menyatakan bahasa
itu pertama-tama adalah ujaran, yakni yakni bunyi bahasa yang diucapkan dan
bias didengar. Atas dasar itulah beberapa ahli menetapkan suatu prinsip bahwa
pengajaran bahasa Arab harus dimulai
dengan mengajarkan aspek-aspek pendengaran dan pengucapan sebelum membaca dan
menulis. Menyimak merupakan proses aktif dari aspek pendengaran untuk menyusun
wacana yang bersumber dari deretan suara atau bunyi.
Dalam pembelajaran menyimak (istima’) ada beberapa tahapan latihan
yang harus dilakukan oleh seorang guru agar tercipta proses pembelajaran yang
runtut dan sistematis. Berikut ini adalah tahapan-tahapan dalam menyimak:
1.
Latihan pengenalan
(identifikasi)
Latihan pengenalan ini perlu diajarkan kepada siswa yang baru
belajar bahasa kedua, terutama pengenalan bunyi bahasa bagi pemula, langkah ini
merupakan langkah yang sangat penting dilakukan karena system tata bahasa arab
berbeda jauh dengan system tata bunyi bahasa ibu.
Ketrampilan menyimap pada tahap pertama bertujuan agar siswa dapat
mengidentifikasi bunyi-bunyi bahasa arab secara tepat.satu keuntungan bagi guru
bahasa arab bahwa umumnya anak-anak Indonesia khususnya yang muslim telah
mengenal bunyi-bunyi bahasa arab sejak masa kanak-kanak, dengan adanya
pembelajaran bahasa arab di masjid dan musyola dan pelajaran sholat sejak usia
dini. Ada bunyi bahasa arab yang sama sekali berbeda dengan bunyi bahasa
pelajar, ada yang mirip dan ada yang sama sekali tidak dikenal oleh mereka
(asing).
Berdasarkan kenyataan ini , guru harus memberikan perhatian khusus
kepada bunyi-bunyi yang berbeda, yang mirip dan yang sama sekaliasing bagi
pelajar, tahapan seperti ini biasanya digunakan untuk tingkat dasar.
2.
Latihan
mendengarkan dan menirukan
Meskipun latihan menyimak melatih pendengaran, tapi dalam praktik
selalu diikuti dengan latihan pengucapan dan pemahaman, bahkan pada aspek pemahaman
inilah yang mejadi tuuan akhir dari latihan menyimak. Jadi setah siswa mengenal
bunyi-bunyi bahasa Arab melalui ujaran-ujaran yang didengarnya, ia kemudian
dilatih untukmengucapkan dan memhami makna yang terkandung di dalam ujaran
tersebut.
3.
Latihan
mendengarkan dan memahami
Tahapan selanjutnya setelah siswa mengenal bunyi-bunyi bahasa dan
dapat mengucapannya, latihan menyimak bertujuan agar siswa mampu memahami
bentuk dan makna dari apa yang didengarnya itu.
Teknik latihan mendengar antara lain:
a)
Latihan melihat
dan mendengar(انظر و اسمع)
Guru
memperdengarkan materi yang sudah direkam, pada waktu yang sama memperlihatkan
rangkaian gambar yang mencerminkan arti dan isi materi yang didengar oleh siswa
tadi. Gambar tersebut bias berupa film,slide dll.
b)
Latihan membaca
dan mendengar (إقرأ و اسمع)
Guru
memperdengarkan materi bacaan yang sudah direkam, dan siswa membaca teks (dalam
hati) mengikuti materi yang diperdengarkan. Pada tingkat permulaan, biasanya
pembendaharaan kata-kata yang dimiliki anak masih terbatas,oleh karena itu
harus dipihkan bahan yang pendek-pendek, seperti percakapan sehari-hari atau
ungkapan-ungkapan sederhana yang tidak terlalu sulit dipahami.
c)
Latihan
mendengarkan dan memperagakan (اقرأ و مثل)
Dalam
latihan ini, siswa diminta untuk melakukan gerakan atau tindakan non verbal
sebagai jawaban terhadap stimulus yang diperdengarkan oleh guru, kegiatan ini
tidak terbatas pada ungkapan sehari-hari yang digunakan oleh guru dalam kelas
seperti:
إقرأ- أقفل الكتاب- اجلس- أكتبوا- امسح السبورة- افتح الشبكة
Akan
tetapi kegiatan-kegiatan yang berlaku diluar kelas yang dapat didemonstrasikan:
تبكى فاطمة- يضحك فريد – السائق يقود السّيّارة- الخادم يكنس البلاط
-
Pengertian
kalam Dan Tahapan Dalam Mempelajarinya :
Ketrampilan berbicara (maharah al-kalam)
sering juga disebut dengan istilah ta’bir. Meski demikian keduanya memiliki
perbedaan penekanan, dimana (maharah al-kalam) lebih menekankan pada kemampuan
lisan, sedangkan ta’bir disamping secara lisan juga dapat diwujudkan dalam
bentuk tulisan.
Tahapan-tahapan pembelajaran kalam
Tahapan pembelajaran ketrampilan berbicara:
-
Bagi tingkat pemula
a.
Siswa diminta untuk belajar mengucapkan kata,
menyusun kalimat dan mengungkapkan pikiran mereka secara ederhana.
b.
Guru mengajukan pertanyaan yang harus dijawab
oleh siswa, sehingga berakhir membentuk sebuah tema yang sempurna.
c.
Guru mulai melatih bicara engan member
pertanyaan-pertanyaan sederhana.
d.
Guru menyuruh siswa menjawab latihan-latihan
syafahiyah dengan menghafalkan percakapan, atau menjawab pertanyaan yang berhubungan
dengan isi teks yang telah siswa baca.
-
Bagi tingkat menengah
a.
Belajar berbicara dengan bermain peran
b.
Berdiskusi dengan tema tertentu
c.
Berbicara tentang peristiwa yang terjadi pada
siswa
d.
Berbicara tentang informasi yang telah
didengardaari televise, radio, dll.
-
Bagi tingkat atas
a.
Guru memilihkan tema untuk berlatih berbicara
b.
Tema yang dipilih hendaknya menarik, yang
berhubungan dengan kehidupan siswa sehari-hari
c.
Tema harus jelas dan terbatas
d.
Siswa dipersilahkan untuk memilih satu tema
atau lebih lalu dibicarakan tentang apa yang mereka ketahui.