BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Syiah adalah madzhab
yang pertama lahir dalam Islam. Madzhab Syiah memiliki visi politiknya sendiri,
sebagian dekat dan sebagian lain jauh dari agama. Madzhab ini tampil pada akhir masa pemerintahan Utsman, kemudian
tumbuh dan berkembang pada masa Ali. Setiap kali Ali berhubungan dengan
masyarakat, mereka semakin mengagumi bakat-bakat, kekuatan beragama, dan
ilmunya. Karena itu para propagandis Syiah mengeksploitasi kekaguman mereka
terhadap Ali untuk menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka tentang dirinya.
Di antara pemikiran itu ada yang menyimpang,
dan ada pula yang lurus. Ketika keturunan Ali yang sekaligus keturunan
Rasulullah mendapat perlakuan zalim yang semakin hebat dan banyak mengalami
penyiksaan pada masa bani Umayyah, rasa cinta mereka terhadap keturunan Ali
semakin mendalam. Mereka memandang Ahlulbait ini sebagai Syuhada dan korban
kedzaliman. Dengan demikian, semakin meluaslah daerah madzhab Syiah dan
pendukungnya semakin banyak. Golongan Syiah beranggapan bahwa Sayyidina Ali bin
Abi Thalib dan anak keturunannya lebih berhak menjadi khalifahdaripada orang
lain, berdasarkan wasiat Nabi. Masalah khalifah ini adalah soal politik yang
dalam perkembangan selanjutnya mewarnai pandangan mereka di bidang agama.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latarbelakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana sejarah munculnya aliran
Syi’ah?
2. Apa saja sekte-sekte aliran Syi’ah?
3. Bagaimana perkembangan dan ajaran Syiah?
1.3 Tujuan Masalah
Berdasarkanmasalah
di atas, maka tujuan ditulisnya makalah ini adalah untuk
1.
Mengetahui
sejarah munculnya aliran Syi’ah
2.
Mengetahui
sekte-sekte aliran Syi’ah
3.
Mengetahui
perkembangan dan ajaran Syiah?
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian dan Asal-Usul Kemunculan Syi’ah
Syi’ah
dilihat dari bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok,
sedangkan secara terminologis adalah sebagian kaum muslim yang dalam bidang
spiritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW.
Poin penting dalam doktrin Syi’ah
adalah pernyataan bahwa segala petunjuk agama itu bersumber dari ahl
al-bait. Mereka menolak petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat yang
bukan ahl al-bait atau para pengikutnya.
Menurut
Thabathbai, istilah Syi’ah untuk pertama kalinya ditujukan pada para pengikut
Ali (Syi’ah Ali), pemimpin pertama ahl al-bait pada masa Nabi Muhammad
SAW. Para pengikut Ali yang disebut Syi’ah itu diantaranya adalah Abu Dzar
Al-Ghiffari, Miqad bin Al-aswad, dan Ammar bin Yasir.
Pengertian
bahasa dan terminologis diatas hanya merupakan dasar yang membedakan Syi’ah
dengan kelompok islam lainnya. Di dalamnya belum ada penjelasan yang memadai
mengenai Syi’ah berikut doktrin-doktrinnya. Meskipun demikian, pengertian
diatas merupakan titik tolak penting bagi mazhab Syi’ah dalam mengembangkan dan
membangun doktrin-doktrinnya yang meliputi segala aspek kehidupan, seperti imamah,
taqiyah, mut’ah, dan sebagainya.
Mengenai
kemunculan Syi’ah dalam sejarah, terdapat perbedaan pendapat dikalangan para
ahli. Menurut Abu Zahrah, Syi’ah mulai muncul pada masa akhir pemerintahan
Usman bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin
Abi Thalib. Adapun menurut Watt, Syi’ah baru benar-benar muncul ketika
berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dengan Perang Siffin.
Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbitrase yang
ditawarkan Muawiyah, pasukan Ali diceritakan terpecah menjadi dua, satu
kelompok mendukung sikap Ali-kelak disebut Syi’ah, dan kelompok lain menolak
sikap Ali, kelak disebut Khawarij.
Kalangan
Syi’ah sendiri berpendapat bahwa kemunculan Syi’ah berkaitan dengan masalah
pengganti (khilafah) Nabi SAW. Mereka menolak kekhalifahan Abu Bakar,
Umar bin Khattab, dan
Usman bin Affan karena dalam pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thaliblah yang
berhak menggntikan Nabi. Kepemimpinan Ali dalam pandangan Syi’ah tersebut
sejalan dengan isyarat-isyarat yang diberikan oleh Nabi SAW pada masa hidupnya.
Pada awal kenabian, ketika Muhammad SAW diperintahkan menyampaikan dakwah kepada
kerabatnya, yang pertama-tama menerima adalah Ali bin Abi Thalib. Diceritakan
bahwa Nabi pada saat itu mengatakan bahwa orang yang pertama-tama memenuhi
ajakannya akan menjadi penerus dan pewarisnya. Selain itu, sepanjang kenabian
Muhammad, Ali merupakan orang yang menunujukkan perjuangan dan pengabdian yang
luar biasa besar.
Bukti
utama tentang sahnya Ali sebagai penerus Nabi adalah peristiwa Ghadir Khumm.
Diceritakan bahwa ketika kembali dari haji terakhir, dalam perjalanan dari
Mekkah ke Madinah, di suatu padang pasir yang bernama Ghadir Khumm. Nabi
memilih Ali sebagai penggantinya dihadapan masa yang penuh sesak yang menyertai
beliau. Pada peristiwa itu, Nabi tidak hanya menetapkan Ali sebagai pemimpin
umum umat (walyat-i ‘ammali) mereka. Namun realitas berkata lain.
Berlawanan
dengan harapan mereka, justru ketika Nabi wafat dan jasadnya belum dikuburkan,
sedangkan anggota keluarganya dan beberapa orang sahabat sibuk dengan persiapan
dan upacara pemakamannya, teman dan pengikut Ali mendengar kabar adanya
kelompok lain yang telah pergi ke masjid, tempat umat berkumpul menghadapi
hilangnya pemimpin yang tiba-tiba. Kelompok ini, yang kemudian menjadi
mayoritas, bertindak lebih jauh, dan dengan sangat tergesa-gesa memilih
pimpinan kaum muslimin dengan maksud menjaga kesejahteraan umat dan memecahkan
masalah mereka saat itu. Mereka melakukan hal itu tanpa berunding dengan ahlul
bait, keluarga, ataupun para sahabat yang sedang sibuk dengan upacara
pemakaman, dan sedikit pun tidak memberitahukan mereka. Dengan demikian,
kawan-kawan Ali dihadapkan kepada suatu
keadaan yang sudah tak dapat berubah lagi (faith accompli).
Berdasarkan
realitas itulah, muncul sikap di kalangan sebagian kaum muslimin yang menentang
kekhalifahan dan menolak kaum mayoritas dalam masalah-masalah kepercayaan
tertentu. Mereka tetap berpendapat bahwa pengganti Nabi dan penguasa keagamaan
yang sah adalah Ali. Mereka berkeyakinan
bahwa semua persoalan kerohanian dan agama harus merujuk kepadanya serta
mengajak masyarakat utuk mengikutinya.
Inilah yang kemudian disebut sebagai Syi’ah. Namun lebih dari itu,
seperti dikatakan Nasr, sebab utama munculnya Syi’ah terletak pada kenyataan
bahwa kemungkinan ini ada dalam wahyu
islam sendiri, sehingga mesti diwujudkan.
Perbedaan
pendapat di kalangan para ahli mengenai kalangan Syi’ah merupakan sesuatu yang
wajar. Para ahli berpegang teguh pada fakta sejarah ‘perpecahan’ dalam islam
yang memang mulai mencolok pada pemerintahan Utsman bin Affan dan memperoleh
momentumnya yang paling kuat pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib,
tepatnya setelah perang Shiffin. Adapun kaum Syi’ah, berdasarkan
hadist-hadist yang mereka terima dari ahl al-bait, berpendapat bahwa
perpecahan itu sudah mulai ketika Nabi SAW. Wafat dan kekhalifahan jatuh ke
tangan Abu Bakar. Segera setelah itu terbentuklah Syi’ah. Bagi mereka, pada
masa kepemimpinan Al-Khulafa Ar-rasyidiun sekalipun, kelompok Syi’ah
sudah ada. Mereka bergerak di bawah permukaan untuk mengajarkan dan menyebarkan
doktrin-doktrin Syi’ah kepada masyarakat. Tampaknya, Syi’ah sebagai salah satu
faksi politik islam yang bergerak secara terang-terangan, memang baru muncul
pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, sedangkan Syi’ah sebagai doktrin
yang diajarkan secara diam-diam oleh ahl al-bait muncul segera setelah wafatnya
Nabi.
Syi’ah
mendapatkan pengikut yang besar terutama pada masa dinasti Amawiyyah. Hal ini
menurut Abu Zahrah merupakan akibat dari perlakuan kasar dan kejam dinasti ini
terhadap ahl al-bait. Diantara bentuk kekerasan itu adalah yang
dilakukan penguasa Bani Umayyah. Yazid bin Mu’awiyah, umpamanya pernah
memerintahkan pasukannya yang dipimpin oleh Ibnu Ziyad untuk memenggal kepala
Husein bin Ali di Karbala. Diceritakan bahwa setelah dipenggal, kepala Husein
dibawa ke hadapan Yazid dan dengan tongkatnya Yazid memukul kepala cucu Nabi
Muhammad SAW yang pada waktu kecilnya sering dicium Nabi. Kekejaman seperti ini
menyebabkan sebagian kaum muslimin tertarik dan mengikuti madzhab Syi’ah, atau
paling tidak menaruh simpati mendalam terhadap tragedi yang menimpa ahl
al-bait.
Dalam
perkembangannya, selain memperjuangkan hak kekhalifahan ahl al-bait di
hadapan dinasti Ammawiyah dan Abbasiyah, Syi’ah juga mengembangkan
doktrin-doktrinnya sendiri. Berkaitan dengan teologi, mereka mempunyai lima
rukun iman, yakni tauhid (kepercayaan kepada keesaan Allah); nubuwwah
(kepercayaan kepada kenabian); ma’ad (kepercayaan akan adanya hidup di
akhirat); imamah (kepercayaan terhadap adanya imamah yang merupakan hak
ahl al-bait); dan adl (keadilan Ilahi). Dalam Ensiklopedia Islam
Indonesia ditulis bahwa perbedaan antara Sunni dan Syi’ah
terletak pada doktrin imamah. Meskipun mempunyai landasan keimanan yang sama, Syi’ah
tidak dapat mempertahankan kesatuannya. Dalam perjalanan sejarah, kelompok ini
akhirnya terpecah menjadi beberapa sekte. Perpecahan ini terutama dipicu oleh
masalah doktrin imamah.
2.2 Sekte-Sekte Aliran Syi’ah
2.2.1 Syi’ah Itsna Asy’ariyah (Syi’ah Dua Belas/Syi’ah
Imaimyah)
2.2.1.1 Asal-usul Pengambutan Imamiyah dan Syi’ah Itsna
Asyariah
Dinamakan Syi’ah Imamiyah karena dasar yang terjadi dasar akidahnya adalah
persoalan imam dalam arti pemimpin religio politik,yakni ali berhak menjadi
khalifah bukan hanya karena kecakapannya atau kemulianan akhlahnya, tetapi juga
karena ia telah ditunjuk nas dan pantasmenjadi kholifah pewaris pemimpinan Nabi
Muhammad SAW. Ide tentaqng hak alidan keturunannya untuk menduduki jabatan
kholifah telah adasejak nabi wafat,yaitu dlam perbincangan politik di Saqifah Bani Sa’idah.
Syi’ah Itsna Asyariyah sepakat bahwa
ali adalah penerima wasiat Nabi Muhammad seprti yang di tunjukkan nas. Adapun
Al-ausiya (penerima wasiat) setelah ali bin abi tholib adalah keturunan dari
garisfatimah, yaitu Hasan bin Ali kemudian Husen bin Ali sebagaimana yang
disepakati. Setelah Husen adalah Ali Zainal Abidin, kemudian secara
berturut-turut;Muhammad Al-Baqir,Abdullah ja’far Ash-Shadiq,Musa Al-kahzim,Ali
Ar-Rida,Muhammad Al-Jawwad,Ali Al-Hadi, Hasan Al-Askari dan Muhammad Al-Mahdi sebgai imam kedua
belas. Demikian lah, karena berbaiat di bawah imamah dua belas imam, mereka di
kenal dengan sebutasyiah Itsna Asyariyah.
Nama dua belas (Itsna Asyariyah) ini mengandung pesan
penting dalam tinjauan sejarah, yaitu golongan ini terbentuk setelah lahirnya
kedua belas iman yaitu kira-kira pada tahun 260 H/878 M. Pengikut sekte ini
menganggap bahwa iman ke buabelas, Muhammad Al-Mahdi, dinyatakan gaibah
(occultation). Muhammad Al-Mahdi bersembunyi
diruang bawah tanah rumah ayahnya di samarra dan tidak kembali. Itulah sebabnya
kembalinya Imam Al-Mhdi ini selalu ditunggu-tunggu pengikut sekte Syi’ah Itsna Asyariyah.
Ciri khas kehadirannya adalah sebangai Ratu Adil yang akan turun di akhir
zaman. Oleh karena inilah, Muhammad Al-Mahdi dijuluki sebagai Imam Mahdi
Al-Muntazhar (yang ditunggu).
2.2.1.2 Doktrin-doktrin Syi’ah
Itsna Asyariyah
Di dalam sekte Syi’ah Itsna
Asyariyah dikenal konsep UsulAd-Din. Konsep ini terjadiakar atau fondasi
pragmatisme agama. Konsep usuluddin mempunyai lima akar.
a. Tauhid (The Devine Unity)
Tuhan adalah Esa baik esensi maupun
eksistensi-Nya. Keesaan Tuhan adalah mutlak. Ia bereksistensi dengan
sendirinyasebelum ada ruang dan waktu. Ruang dan waktu diciptakan oleh tuhan.
Tuhan maha tahu,maha mendengar,selalu hidup,mengerti tidak murakkab (tersusun).
Tuhan tidak membutuhkan sesuatu. Ia berdiri
sendiri,tidak dibatasioleh ciptaan-Nya. Tuhan tidak dapat dilihat dengan
mata biasa.
b. Keadilan The Devine Justice)
Tuhan menciptakan kebaikan di dalam
semesta ini merupakan keadilan. Ia tidak pernah menghiasi ciptaan-Nya dengan
ketidakadailan. Karena ketidakadilan dan kelaliman terhadap yang lain merupakan
tanda kebodohan dan ketidak mampuandan sifat ini jauh dari keabsolutan dan
kehendak tuhan.Tuhan memberikan akal kepada manusia untuk mengetahui pekara
yang benar atau salah melalui perasaan. Manusia dsapat menggunakan penglihatan,
pendengaran, dan indra lainya untuk melakukan perbuatan, baik perbuatan baiak
maupun perbuatan buruk.jadi, manuasia dapat mamanfatkan potensi berkehandak sebagaianugrah tuhan untuk mewujudkan
dan bertangguang jawab atas perbuatannya.
c. Nubuwwah (Apostleship)
Setiap makhluk sekalipun telah
diberi insting, masih membutuhkan petunjuk, baik petunjuk dari tuhan maupun
dari manuasia. Rosul merupakan petunjuk hakiki utusan Tuhan yang secara
transenden diutus untuk membrikan acuan dalam membedakan antara yang baiak dan
yang buruk di alam semesta. Dalam keyakinan Syi’ah itsna Asyariyah, tuhan telah
mengutus 124.000 rasul untuk memberikan petunjuk kepada manusia. Syi’ahn Itsna Asyariyah
percaya mutlak tentang ajaran tauhid dengan kerasulan sejak adam hingga
Muhammad. Mereka percaya adanya kiamat. Kemurnian dan keaslian Al-Qur’an jauh dari tahrif perubahan, atau tambahan.
d. Ma’ad (The Last Day)
Ma’ad adalah hari akhir (kiamat)
untuk menghadap pengadilan atuhan di akhirat. Seriap muslim harus yakin akan
keberadaan kiamat dan kehidupan suci setelah dinyatakan bersih dan lurus dalam
pengadilan Tuhan. Mati adalah periode transit dari kehidipan dunia nemuju ke
akhirat.
e. Imamah (The Devine Guidance)
Imamah adalah institusi yang di
inagurasikan tuhan untuk memberikan petunjuk manusia yang di pilih dari
keturunan ibrahim dan di delegasikan kepada keturunan muhammad sebagai nabi dan
rosul terakhir.
Selanjutnya,
dalam sisi yang yang bersifat mahdah, Syi’ah
isna asyariyah berpijak kepada delapan cabang agama yang di sebut dengan furu
ad-din delapan cabang tersebut terdiri atas shalat, puasa, haji, zakat, khumus,
atau pajak sebesar seperlima dari penghasilan, jihad al-amri bi al-ma’ruf dan
an-nahyu an-munkar.
2.2.2
Syi’ah Sab’iyah (Syi’ah Tujuh)
2.2.2.1 Asal Usul Penyebutan
Syi’ah Sab’iyah
Istilah Syi’ah sab’iyah (syiah tujuh) di analogikan
dengan Syi’ah Itsna asyariyah . Istilah itu memberikan
pengertian bahwa sekte Syi’ah Sabi’yah hanya mengakui tujuh Imam, yaitu Ali,
Hasan, husein, Ali Zainal Abidin, Muhammad Al-Baqir, ja’far As-Shodiq, dan
Ismail bin ja’far. Karena dinisbatkan pada ismail bin Ja’far As-Shadiq, syiah
sab’iyah disebut juga Syiah Ismailiyah.
Berbeda
dengan Syi,ah Itsna Asyariyah, Syi’ah
istna asyariyah membatalkan ismail bin ja’far sebagai imam ketujuh karena
memiliki kebiasaan tak terpuji dan dia wafat mendahului bapaknya,ja’far.
Sebagai penggantinya adalah Musa Al-Kadzim, adik Ismail. Syiah sab’iyah menolak pembatalan tersebut berdasarkan
sistem pengangkatan imam dalam syi’ah dan menganggap Ismail sebagai Imam
ketujuh, dan sepeninggalnya diganti oleh putranya yang tertua yang bernama
Muhammad bin Ismail.
2.2.2.2 Doktrin
Imamah dalam Syi’ah
Sab’iyah
Para pengikut Syi’ah sab’iyah percaya
bahwa islam dibangun oleh tujuh pilar seperti dijelaskan Al-Qadhi Anu’man dalam
Da’im Al Islam. Tujuh pilar tersebut adalah Iman, Thoharah, Salat, zakat, saum,
haji, dan jihad.Berkaitan deengan pilar pertama, yaitu Iman Qadhi An-nu’man merincinya sebagai berikut:
Iman kepada Allah, tiada tuhan selain
Allah dan Muhammadutusan Allah, iman kepada surga, iman kepada neraka, iman
kepada hari kebangkitan, iman kepada hari pengadilan, iman kepada nabi dan
rasul Allah,iman kepada imam, percaya, mengetahui, dan membenarkan para imam
zaman.
Tentang imam zaman, Syi’ah
Sabi’yah mendasarkan
pada sebuah hadits Nabi SAW yang terjemahan bahasa inggrisnya sebagai berikut
ini, “ he who dies without knowing of time when still alive dies in ignorance “
(Ia telah wafat dan waktu kewafatannya masih belum diketahui sampai kini).
Hadits seperti ini juga terdapat dalam sekte sunni dan Syiah itsna Asyariyah, Tetapi dalm
hadis kedua sekte ini tidak dicantumkan imam zaman.
Dalam
pandngan Syi’ah Sabi’yah, Keimanan hanya bisa diterima apabila sesuai dengan
keyakinan mereka, yakni melalui wilayah (kesetiaan) kepada imam zaman. Imam
adalah seseorang yang yang menuntun umatnya kepada pengetahuan (ma’rifat).
Syarat – syarat imam
dalam pandangan Syi’ah
Sab’iyah adalah sebagai
berikut :
a. Imam harus berasal dari keturunan Ali
melalui perkawinannya dengan Fatimah yang kemudian dikenal dengan Ahlul bait.
b. Berbeda dengan aliran Kasaniah, pengikut
Mukhtar Ats-tsaqafi, mempropagandakan bahwa keimanan harus dari keturunan Ali
melalui pernikahannya dengan seorang wanita dari bani hanifah dan mempunyai
anak yang bernama Muhammad bin Al-hHanafiiyah.
c. Imam harus berdasrkan penunjukan atau
nas. Syi’ah sab’iyah meyakini bahwa setelah Nabi wafat, Ali menjadi Imam
berdasarkan penunjukan khusus dari Nabi sebelum beliau wafat. Suksesi keimanan
menurut doktrin dan tradisi syi’ah harus berdasarkan nas oleh imam terdahulu.
d. Keimanan jatuh pada anak tertua .Syi’ah
sab’iyah menggariskan bahwa seorang beriman memperoleh keimanan dengan jalan
wiratsah (heredity). Jadi, ayahnya yang menjadi iman menunjuk anak nya yang
paling tua.
e. Imam harus maksum (immunity fromm sin an
error). Sebagaimana sekte Syi’ah lainnya, Syi’ah
sab’iyah menggariskan bahwa seorang iman harus terjaga dari salah satu dosa.
Bahkan lebih dari itu, Syi’ah Sab’iyah berpendapat bahwa meskipun iman berbuat
salah, perbuatannyatidak salah.
f. Imam harus dijabat oleh seorang yang
paling baik (best of man). Berbeda dengan Zaidah, Syi’ah Sab’iyah dan Syi’ah
Dua belas tidak membolehkan imam mafdul, dalam pandangan Syi’ah
Sab’iyah,perbuatan dan ucapan iman tidak boleh bartentangan dengan syari’at.
Sifat dan kekuasaan seorang sama dengan nabi, perbedaan nya terletak pada
kenyataan nya bahwa nabi mendapatkan wahyu, sedangkan imam tidak
mendapatkannya.
2.2.2.3 Ajaran Syi’ah Sab’iyah Lainnya
Ajaran Sab’iyah lain
nya pada dasarnya sama dengan ajaran sekte-sekte Syi’ah lainnya. Perbedaan nya
terletak pada konsep kemaksuman iman, adanya aspek batin pada setiap yang
lahir, dan penolakannya terhadap
Al-Mahdi Al-Muntadzar bila dibandingkan dengan sekta Syi’ah lainnya, sab’iyah
sangat ekstrim dalam menjelaskan kemaksuman iamm.Sebagaiman telah daijelaskan,
kelompok ini menjelaskan bahwa imam walaupun melakukan kesalahan dan menyimpang
dari syariat, ia tidaklah menyimpangkarena menpunyai pengetahuan yang tidak
dimiliki manusia biasa. Konsep kemaksuman imam seperi itu merupakan konsekuensi
logis dari dotrin Sab’iyah tentang pengetahuan imam akan ilmu batin.
Ada satu sekte dalam
Sab’iyah yang berpendapat bahwa tuhan mengambil tempat dalam diri imam. Oleh
karena itu, imam harus disembah. Salah seorang khalifah Dinasti Fatimiyah,
Al-hakim bin Amrillah, berkeyakinan bahwa dalam dirinya terdapat tuhan sehingga
ia memaksa rakyat untuk menyembahnya.
Menurut Sab’iyah,
Al-qur’an memiliki nmakna batin selain makna lahir. Dikatakan bahwa segi-segi
lahir atau tersurat dari syariat itu diperuntukan bagi orang awam yang
kecerdasannya terbatas dan tidak memiliki kesempurnaan rohani. Bagi orang-orang
tertentu, mungkin saja terjadi perubahan dan peralihan dan bahkan penolakan
terhadappelaksanaan syariat tersebut karena mendasarkan pada yang batin tadi.
Yang dimaksud dengan orang-orang tertentu ialah para imam yang memilki ilmu
zahirdan ilmu batin.
Dengan prinsip ta’wil.
Sab’iyah menawilkan, misalnya, ayat Al-Qur’an tentang puasa dengan menahan diri
dari menyiarkan rahasia-rahasia imam; dan ayat Al-Qur’an tentang haji
ditakwilkan dengan mengunjungi imam bahkan , diantara mereka ada yang
menggugurkan kewajiban ibadah. Mereka itu adalah orang-orang yang telah
mengenal imam dan telah mengetahui ta’wil (melalui imam).Mengenai sifat Allah,
sebagaimana hanya Mu’tazilah- Sab’iyah meniadakan sifat dari dzat allah.
Menurut mereka penetapan sifat merupakan penyerupaan dengan makhluk.
2.2.3 Syi’ah
Zaidiyah
2.2.3.1 Asal-usul Penamaan Zaidiyah
Disebut Zaidiyah karna sekte ini mengakui Zaid bin
Ali sebagai imam kelima, putra imam keempat , Ali Zainal Abidin. Sekte ini
berbeda dengam Syi’ah lain yang menganggap Muhammad Al-Baqir, putra Zainal
Abidin yang lain, sebagai imam kelima. Syi’ah Zaidiyah ini sangatlah moderat.
Abu Zahrah menyatakan bahwa sekte ini merupakan yang paling dekat dengan Sunni.
2.2.3.2 Doktrin Imamah menurut
Syiah Zaidiyah
Imamah, sebagaimana tlah disebitkan,
merupakan doktrin fundamental dalam Syiah secara umum. Berbeda dengan
pengembangan imamah dengan syiah lain, Zaidiyyah lebih tipikal, mereka menolak
seorang imam pewaris Nabi SAW. telahditentukan nama dan orangnya oleh nabi,
tetapi hanya sifat-sifatnya saja. Ini jelas berbeda dengan syiah lain yang
menunjuk Ali sebagai imam yang pantas setelah Nabi wafat jarena Ali memiliki
sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh orang lain, seperti keturunan Bani Hasyim,
wara(saleh, menjauhkan diri dari segala dosa), bertamwa, baik, dan
membaur dengan rakyat untuk mengalak
mereka hingga mengakuinya sebagai imam.
Menurut
Zaidiyah, paling tidak seorang ima harus bercirikan. Pertama, ia
merupakan keturunan ahl- al-bait, baik keturunan Hasan maupun Husein,
implikasi penolakan mereka terhadap sistem pewarisan dan nas kepemimpinan. Kedua,
memiliki kemampuan mengangkat senjata sebagai pertahanan diri atau
menyerang, implikasi penolakan Mahdiisme yang merupakan salah satu ciri
sekte syiah lain, baik yang gaib maupun dibawah umur. Bagi mereka penegak
kebenarandan keadilan adalah Mahdi. Ketiga, memiliki kecenderungan
intelektualisme yang dapat dibuktikan melui ide dan karya dalam bidang
keagamaan. Mereka menolak kemaksuman imam.
Dalam sejarahnya Syiah Zaidiyah,
krisis keimaman dalam sekte ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, terdapat
beberapa pemimpin yang memplokramirkan diri sebagai imam. Kedua, tidak
seorangpun yang memplokmamirkan diri atau pantas sebagai imam. Dalam menghadapi
pemecahannya, diantaranya dengan membagi
tugas imam kepada dua individu, dalam bidang politik dan bidang ilmu
serta keberagamaan. Syiah Zaidiyah mencita-citakan pemimpin yang aktif bukan
pasif seperti Mahdi yang gaib, menurut mereka imam tidak hanya memiliki
kekuatan rohani tetapi juga bersedia melakukan perlawanan demi cita-cita suci
sehingga dihormati oleh umatnya.
2.2.3.3
Doktrin-doktrin Syiah Zaidiyah Lainnya
Syiah Zaidiyah berpandapat bahwa
kekhalifahan Abu Bakar dan Umar adalah
sah menurut sudut pandang islam. mereka tidaklah merampas kekuasaan dari tangan
Ali. Selain itu mereka tidak mengkafirkan seorang sahabatpun. Mengenai hal ini
Zaid sebagaimana dikutip Abu zahrah mengatakan:
“Sesungguhnya Ali bin Abi Tholib
adalah sahabat yang paling utama. Kekhalifahannya diserahkan kepada Abu
Bakar karna mempertimbangkan
kemaslahatan dan kaidah agama yang mereka pelihara, yaitu untuk meredam
timbulnya fitnah dan memenangkan rakyat. Era peperangan yang terjadi pada masa
kenabian baru saja berlalu, pedang Amirul Mukminin Ali masih basah dengan darah
orang-orang kafir. Begitu pula kedengjian suku tertentu untuk memumtut balas
belumlah surut. Sedikitpun hati kita
tidaklah pantas untuk cenderung kesitu. Jangan lagi ada leher yang terputus
karena masalah itu. Inilah yang dinamakan krmaslahatan bagi orang-orang yang
mengenal dengan kelemah lembutan dan kasih sayang, juga bagi orang yang lebih
tua dan lebih dahulu memeluk Islam, serta yang dekat dengan Rasulullah”.
Prinsip inilah yang menurut Abu
Zahrah menyebabkan banyak orang
keluar dari Syiah Zaidiyah,
implikasinya berkurangnya pendukung saat peperangan melawan Hisyam bin Abdul
Malik.Sekte ini percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar, akan abadi di
neraka kecuali orang yang bertobat dengan sebenar-benar tobat. Dikarenakan Zaid mempunyai hubungan dengan Washil bin Atha’, bahkan Abu
Zahra dan moojan momen mengatakan bahwa hampir sepenuhnya mengikuti Mu’tazilah
dan secara etis bisa dikatakan mereka anti-Murjiah juga puritan dalam menyikapi
tarekat.
Berbeda dengan aliran syiah lain
mereka menolak praktek Nikah Mut’ah dan juga menolak doktrin taqiyah.
Meskipun demikian, dalam bidang ibadah mereka tetap cenderung mengamalkan
amalan Syiah pada umumnya, seperti memberi selingan hayya ala khair al-amal dalam adzan, takbir sebanyak lima kali dalam
sholat jenazah, menolak sahnya mask al-Khuffain, menolak imam sholat
yang tidak sholeh dan menolak binayang sembelihan bukan muslim.
2.2.4 Syi’ah
Ghulat
2.2.4.1
Asal-usul Penamaan Syiah Ghulat
Istlah Ghulat berasal dari
kata ghala-yaghlu-ghuluw artinya bertambah dan naik.Ghala bi ad-din artinya memperkuat dan menjadi ekstrim sehingga
melampaui batas. Syiah ghulat adalah klompok pendukung Ali yang memiliki sikap
berlebih-lebihan atau ekstrim. Lebih jauh menurut Abu Zahra adalah kelompok
yang menempatkan Ali pada derjat ketuhanan atau kenabian bahkan lebih dari nabi
Muhammad SAW.
Gelar Ghuluw diberikan karena
pendapat yang janggal, yakni ada beberapa orang yang dianggap tuhan dan juga
ada yang dianggap Rasul setelah Nabi SAW, dan ada jga doktrin ekstrim lainnya
seperti tanasukh, hulul, tasbih,dan ibaha.Pada dasarnya sekte yang dibawa oleh
Abdullah bin Saba’ ini terdapat banyak sekte karena perbedaan prinsip yang
mendasar bagi pengikut, namun prinsip faham ini pada dasarnya dipengaruhi oleh
sistem agama Babilonia Kuno yang ada di Irak, seperti Zoroaster, Yahudi, Manikam, Mazdakisme.
2.2.4.2 Doktrin-doktrin
Syiah Ghulat
Mnurut
Syahrastani, ada empat doktrin yang membuat mereka ekstrim, yaitu tanasukh,
bada’, raj’ah,dan tasbih. Moojan momen menambahkannya dengan hulul
dan ghayba. Tanasukh adalah keluarnya roh dari satu jasad dn mengambil
tempat pada jasad yang lain, faham ini diambil dari falsafah Hindu. Bada’ adalah keyakinan bahwa Allah mengubah
kehendaknya dengan perubahan ilmu-NYA, serta dapat memerintahkan suatu
perbuatan kemudian memerintah yang sebaliknya. Raj’ah ada hubungannya
dengan Mahdiyah. Syiah Ghulat mempercayai bahwa imam Mahdi Al-Muntazhar
akan datang kebumi, faham ini merupakan ajaran seluruh Syiah. Namun, mereka
berbeda pendapat siapa yang akan kembali, sebagian meyakini bahwa yang akan
kembali adalah Ali, sedangkan sebagaian lainnya menyatakan Ja’far As-Shadiq,
Muhammad bin Al-Hanafi, bahkan ada yang menyatakan Mukhtar Ats Tsaqafi. Tasbih artinyamenyerupakan
atau mempersamakan. Syiah Ghulat menyerupakan salah seorang imam mereka dengan
tuhan , atau tuhan dengan makhluk. Hulul artinya Tuhan berada pada
setiap tempat, berbicara dengan semua bahasa, dan ada pada setiap individu
manusia. Hulul bagi Ghukat berarti tuhan menjelma dalam diri imam
sehingga imam harus disembah. Ghayba (occultation) artinya menghilangnya
Imam mahdi. Ghayba merupakan kepercayaan Syiah bahwa imam mahdi itu ada
dalam negeri inidan tidak dapat dilihat
dengan mata biasa. Konsep Ghayba pertama kali dikenalkan oleh Mukhtar
Ats Tsaqafi ketika mempropagandakan
Muhammad bin Al-Hanafi sebagai Imam Mahdi di Kuffah pada tahun
66H/686M.
2.3 Syi’ah dan
Perkembangannya
Berbicara mengenai syiah ataupun
aliran syiah, kita tidak akan terlepas dengan mengaitkan hal tersebut dengan
agama islam. Di kalangan awam masyarakat islam menganggap syiah
adalah eksistensi yang tidak jelas, tidak diketahui apa hakikatnya,
bagaimana berkembang, tidak melihat bagaimana sejarahnya, dan tidak dapat
diprediksi bagaimana di kemudian hari. Mereka selalu mengaitkan bahwa syiah
adalah islam. Padahal islam dan syiah sangat berbeda sekali, terutama dalam hal
aqidahnya. bagaikan minyak dan air yang tidak mungkin dapat di satukan lagi.
Aliran ini timbul pada masa pemerintahan khalifah Usman Bin
Affan yang di pimpin oleh Abdullah bin Saba’ Al-Himyari. Abdullah bin
Saba’ Al-Himyari dalam memuliakan Ali sangat berlebihan diamenanamkan doktrin
kepada pengikut aliran syiah dengan suatu slogan bahwa Ali yang berhak menjadi
imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum (terjaga dari segala dosa).
Bahkan dia sampai menuhankan Ali. Hal ini terdengar oleh Khalifah Ali, akhirnya
Khalifah Ali memeranginya dengan membakar para pengikut aliran syiah, kemudian
sebagiannya lari ke Madain.
Pada periode awal hijriah, aliran syiah belum menjelma
menjadi aliran yang solid, namun pada abad ke dua hijriah syiah mengalami
perkembangan yang sangat pesat bahkan mulai menjadi mainstrem tersendiri.
Dan pada periode-periode berikutnya aliran Syiah menjadi semacam keyakinan yang
menjadi trend di kalangan generasi pemuda islam yaitu Syiah mengklaim menjadi
tokoh pembaharu Islam, namun banyak dari pemikiran dan prinsip dasar keyakinan
ini yang tidak sejalan dengan Islam itu sendiri.
Gerakan Syiah pertama kali berkembang di iran, rumah dan
kiblat utama Syiah. Namun sejak tahun 1979, persis ketika revolusi Iran meletus
dan negeri ini dipimpin oleh Ayatullah Khomeini dengan cara menumbangkan rejim
Syah Reza Pahlevi, Syiah merembes ke berbagai penjuru dunia. Kelompok-kelompok
yang mengarah kepada gerakan Syi’ah seperti yang terjadi di Iran, marak dan
muncul di mana-mana.
Dalam menyebarkan paham keagamaannya, Syiah menggunakan
beberapa cara. Diantaranya adalah dengan mengatasnamakan dirinya dengan Madhzab
Ahlul Bait. Dengan tampilan ini, aliran Syiah lebih leluasa dalam menggait dan
menyebarkan pahamnya terhadap masyarakat luas yang pada umumnya adalah
masyarakat awam. Cara yang kedua yaitu aliran syiah membuat doktrin dan ajaran
yang disebut dengan “TAQIYA”.Taqiyah adalah konsep Syiah dimana mereka
diperbolehkan memutarbalikkan fakta (berbohong) untuk menutupi kesesatannya dan
mengutarakan sesuatu yang tidak diyakininya. Seorang Syi’ah wajib bertaqiyah di
depan siapa saja, baik orang mukmin yang bukan alirannya maupun orang kafir
atau ketika kalah beradu argumentasi, terancam keselamatannya serta di saat
dalam kondisi minoritas. Dalam keadaan minoritas dan terpojok, para tokoh
Syi’ah memerintahkan untuk meningkatkan taqiyah kepada pengikutnya agar menyatu
dengan kalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, berangkat Jum’at di masjidnya dan
tidak menampakkan permusuhan. Inilah kecanggihan dan kemujaraban konsep
taqiyah, sehingga sangat sulit untuk melacak apalagi membendung gerakan mereka.
Para ulama Ahli Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa
melakukan Taqiyah adalah hukumnya mubah(boleh) sesuai yang terdapat dalam
al-Quran dan as-Sunnah. Mubah disini dapat dikategorikan apabila dalam keadaan
terpaksa dan mengancam keselamatan jiwa. Seperti ketika menghadapi kaum
musrikin demi menjaga keselamatan jiwanya dari siksaan yang akan menimpanya,
atau dipaksa untuk kafir dan taqiyah ini merupakan pilihan terakhir karena
tidak ada jalan lain. Demikianlah doktrin taqiyah yang ditanamkan syiah kepada
para pengikutnya yang telah menyalahi dan menyimpang dari ajaran Allah yang
bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah.
2.3.2 Kesesatan-kesesatan
Syiah
Di kalangan Syiah, terkenal klaim 12 Imam atau sering pula
disebut “Ahlul Bait” Rasulullah Muhammad saw; penganutnya mendakwa hanya
dirinya atau golongannya yang mencintai dan mengikuti Ahlul Bait. Klaim ini
tentu saja ampuh dalam mengelabui kaum Ahli Sunnah, yang dalam ajaran agamanya,
diperintahkan untuk mencintai dan menjungjung tinggi Ahlul Bait. Padahal para
imam Ahlul Bait berlepas diri dari tuduhan dan anggapan mereka. Tokoh-tokoh
Ahlul Bait (Alawiyyin) bahkan sangat gigih dalam memerangi faham Syi’ah,
seperti mantan Mufti Kerajaan Johor Bahru, Sayyid Alwi bin Thahir Al-Haddad,
dalam bukunya “Uqud Al-Almas.”
Adapun beberapa kesesatan Syiah yang
telah nyata adalah:
- Keyakinan bahwa Imam sesudah
Rasulullah saw. Adalah Ali bin Abi Thalib, sesuai dengan sabda Nabi saw.
Karena itu para Khalifah dituduh merampok kepemimpinan dari tangan Ali bin
Abi Thalib r.a.
- Keyakinan bahwa Imam mereka
maksum (terjaga dari salah dan dosa).
- Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib
dan para Imam yang telah wafat akan hidup kembali sebelum hari kiamat
untuk membalas dendam kepada lawan-lawannya, yaitu Abu Bakar, Umar,
Utsman, Aisyah dll.
- Keyakinan bahwa Ali bin Abi
Thalib dan para Imam mengetahui rahasia ghaib, baik yang lalu maupun yang
akan datang. Ini berarti sama dengan menuhankan Ali dan Imam.
5. Keyakinan
tentang ketuhanan Ali bin Abi Thalib yang dideklarasikan oleh para pengikut
Abdullah bin Saba’ dan akhirnya mereka dihukum bakar oleh Ali bin Abi Thalib
sendiri karena keyakinan tersebut.
- Keyakinan mengutamakan Ali bin
Abi Thalib atas Abu Bakar dan Umar bin Khatab. Padahal Ali sendiri
mengambil tindakan hukum cambuk 80 kali terhadap orang yang meyakini
kebohongan tersebut.
- Keyakinan mencaci maki ara sahabat
atau sebagian sahabat seperti Utsman bin Affan (lihat Dirasat fil Ahwaa’
wal Firaq wal Bida’ wa Mauqifus Salaf minhaa, Dr. Nashir bin Abd. Karim Al
Aql, hal.237).
- Pada abad kedua Hijriah
perkembangan keyakinan Syi’ah semakin menjadi-jadi sebagai aliran yang
mempunyai berbagai perangkat keyakinan baku dan terus berkembang sampai
berdirinya dinasti Fathimiyyah di Mesir dan dinasti Sofawiyyah di Iran. Terakhir aliran tersebut
terangkat kembali dengan revolusi Khomaeni dan dijadikan sebagai aliran
resmi negara Iran sejak 1979.
Saat ini
figur-figur Syiah begitu terkenal dan banyak dikagumi oleh generasi muda Islam,
karena pemikiran-pemikiran yang lebih banyak mengutamakan kajian logika dan
filsafat. Namun,
semua jamaah Sunnah wal Jamaah di seluruh dunia, sudah bersepakat adanya bahwa
Syiah adalah salah satu gerakan sesat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Aliran Syi’ah merupakan aliran
pertama yang muncul di kalangan umat Islam. Aliran ini dilatarbelakangi oleh
pendukung ahlul bait yang tetap menginginkan pengganti Nabi adalah dari ahlul
bait sendiri yaitu Ali bin Abi Thalib. Mereka mempunyai doktrin sendiri dalam
alirannya, salah satunya tentang Imamah. Mereka berpendapat bahwa pengganti
Nabi yang pantas menjadi pemimpin adalah seseorang yang ma’shum(terhindar
dari dosa). Bahkan dalam sekte yang ekstrim yaitu Syi’ah Ghulat, mereka
telah menuhankan Ali. Mereka menganggap bahwa Ali lebih tinggi daripada Nabi
Muhammad SAW.
Dalam perkembangannya, Syi’ah
dianggap aliran sesat. Banyak yang menganggap bahwa Syi’ah adalah Islam. Hal
ini sangat berbeda sekali, karena antara Islam dan Syi’ah sangat jauh sekali
tentang ajaran aqidahnya.
3.2 Saran
Sangatlah diperlukan bagi kita untuk
mempelajari Aliran syi’ah ini,karena dengan belajar aliran ini kita bisa
mengetahui seluk beluk dari ajaran Syi’ah. Misalnya tentang tokoh-tokoh Syi’ah.
Dan agar kita juga bisa mengambil kekurangan dan kelebihan dari aliran Syi’ah
DAFTAR PUSTAKA
M.Ag., Anwar, Rosihan, DR; M.Ag., Rozak, Abdul, Drs. 2010. Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Setia.
Abu
Zahrah, Imam Muhammad. 1996. Aliran
Politik dan Aqidah dalam Islam. Jakarta: Logos Publishing House.
M.Pd.I.,
A. Nasir, K.H. Sahilun. 2010. Pemikiran
Kalam(Teologi Islam). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.