DEBT COLLEKTOR & LEASING
Tips dan langkah hukum untuk menghadapi debt collector adalah sebagai
berikut:
1. Hutang piutang, Kredit dan sejenisnya adalah masuk dalam
ranah perdata, artinya jika konsumen atau nasabah atau orang yang mengkredit
motor itu belum bisa membayar angsuran atau disebut wanprestasi, maka
seharusnya leasing atau pihak yang menghutangkan harus memenuhi prosedur hukum
yang berlaku dan diselesaikan di Pengadilan Negeri dalam kaitannya dengan
perkara perdata tersebut. Kemudian penarikan dilakukan setelah ada putusan
hakim selaku eksekutorial bukan oleh debt collector, karena yang berwenang dan
berhak melakukan penarikan atau eksekusi adalah hakim melalui putusan
pengadilan.
Surat
tugas dari leasing adalah untuk menagih bukan menarik apalagi mengeksekusi
suatu benda yang dipersengketakan karena kewenangan eksekusi adalah pengadilan,
jika terjadi kredit macet atau wanprestasi pada konsumen seharusnya langkah
hukum yang benar adalah leasing menggugat ke pengadilan baru ketika pengadilan
memutuskan motor atau benda milik leasing harus dikembalikan pada leasing maka
disitulah nasabah atau konsumen harus mengembalikan barang tersebut, debt
collector tidak berhak menarik motor atau mobil dijalan karena sekali lagi,
eksekusi adalah kewenangan pengadilan dalam hal ini hakim.
Jika
melakukan salah satu tindak pidana maka bisa dilaporkan kepada pihak yang yang
berwajib dengan salah satu rumusan pasal dibawah ini:
2. Pencurian
-
Pasal
362 KUHP yaitu:
"Barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik
orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena
pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak
sembilan ratus rupiah".
3.
Pencurian
Dengan Kekerasan
-
Pasal 365 KUHP
1) Diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului,
disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang
dengan maksud untuk mempersiapkan atsu mempermudah pencurian, atau dalam hal
tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta
lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.
2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun:
ü
jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam
sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di berjalan;
ü
jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau
lebih dengan bersekutu;
ü
jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan
merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, periniah palsu atau
pakaian jabatan palsu.
ü
jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.
3) Jika
perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan pidana penjara paling lama
lima belas tuhun.
4) Diancam
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu
paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakihntkan luka berat atau
kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai
pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3.
4. Perampasan
-
Pasal 368
KUHP
1) Barangsiapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa
seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang
sesuatu, yang seluruhnya atau sebagaian adalah kepunyaan orang itu atau orang
lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena
pemerasan, dengan pidana penjara maksimum 9 tahun.
2) Ketentuan Pasal 365 ayat kedua,
ketiga dan keempat berlaku bagi kejahatan ini.
5. Penghinaan
-
Debt Collector tersebut menggunakan kata-kata kasar dan
dilakukan di depan umum yaitu pasal
310 KUHP: “Barangsiapa merusak kehormatan atau nama baik seseorang
dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata
akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara
selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4500 ”.
6. Perbuatan Tidak Menyenangkan
-
Pasal 335 ayat (1) KUHP: “Diancam dengan pidana penjara
paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp.4500 barangsiapa secara
melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau
membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun
perlakuan yang tidak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan,
sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tidak menyenangkan, baik terhadap
orang itu sendiri maupun orang lain.”
7. Penganiayaan
- Pasal
351 KUHP
1)
Penganiayaan diancam dengan pidana
penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah,
2)
Jika perbuatan mengakibatkan
luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun.
3)
Jika mengakibatkan mati, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
4)
Dengan
penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
5)
Percobaan
untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
-
Pasal 170 KUHP
1)
Barang
siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan
terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
2)
Yang bersalah diancam:
3)
dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang atau jika
kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka;
4)
dengan pidana penjara paling
lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat; 3. dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.
5)
Pasal 89 tidak diterapkan.
8. Pemalsuan
-
Pasal 263 ayat KUHP
1)
Barang
siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu
hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti
dari pada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain
memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika
pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan
pidana penjara paling lama 6 tahun.
2)
Diancam
dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau
yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan
kerugian.
-
Pasal 264 KUHP
1) Pemalsuan
surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan
terhadap:
ü
akta-akta otentik;
ü
surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu
negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
ü
surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau
hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai:
ü
talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah
satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan
sebagai pengganti surat-surat itu;
ü
surat
kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan;
2) Diancam
dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam
ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan
tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.
9.
Turut Serta Melakukan Tindakan Pidana & Penyertaan Dalam Tindak Pidana
-
Pasal
55 KUHP
1. Dipidana sebagai pelaku tindak
pidana:
a.
mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan
yang turut serta melakukan perbuatan;
b.
mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu
dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau
penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja
menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
2. Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang
diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
-
Pasal 56 KUHP
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1. mereka
yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana
atau ke- terangan untuk melakukan kejahatan.
10. Larangan
Menarik Sepihak
-
Berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.010/2012 tentang pendaftaran fidusia bagi
perusahaan pembiayaan, lembaga pembiayaan atau leasing dilarang menarik secara paksa
kendaraan dari nasabah yang menunggak kredit kendaraan
-
Harus ada putusan/penetapan dari ketua
pengadilan Negeri dan Ketua pengadilan Negeri yang akan memimpin eksekusi
sebagaimana dimaksud dalam HIR dan R.Bg.
-
Debt Collector bertindak
berdasarkan kuasa dari Debitur jadi Perjanjian pemberian kuasa diatur dalam KUHPerdata
dan tidak boleh melanggar undang-undang yang berlaku
-
Peraturan Kapolri (Perkap) No
8/2011 menjelaskan bagaimana tata cara pengambilan objek perjanjian kredit yang
di atasnya sudah melekat jaminan fidusia yang harus disertai oleh aparat
kepolisian dan sepengetahuan pengurus RT/RW di mana konsumen selaku kreditur
tinggal.
-
Penagihan dengan tidak melanggar hukum berdasarkan
PBI No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
dengan Menggunakan Kartu (“PBI”) jo SE BI No. 11/10/DASP Perihal
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu tanggal 13
April 2009 (“SEBI”). Dalam
PBI dan SEBI ini, diatur bahwa:
1. Dalam hal bank menggunakan jasa
pihak lain untuk melakukan penagihan, maka hal ini wajib diberitahukan kepada pemegang Kartu;
2. Bank wajib memastikan bahwa tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas
pelaksanaan kegiatan oleh pihak lain tersebut sesuai dengan tata
cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan
oleh bank itu sendiri;
3. Penagihan oleh pihak lain
tersebut hanya dapat dilakukan jika
kualitas tagihan Kartu Kredit dimaksud telah termasuk dalam kategori kolektibilitas
diragukan atau macet;
4. Bank harus menjamin bahwa penagihan dilakukan dengan cara-cara yang
tidak melanggar hukum;
5. Perjanjian kerjasama antara bank
dan pihak lain untuk melakukan penagihan transaksi Kartu Kredit tersebut harus memuat klausula tentang tanggung jawab
bank terhadap segala akibat hukum yang timbul akibat dari kerjasama
dengan pihak lain tersebut.
11. Fidusia
& Fidusia Harus Didaftarkan
-
berdasarkan
ketentuan Pasal 14 ayat (3) UU No.
42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF), jaminan fidusia
baru lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan Fidusia
dalam Buku Daftar Fidusia.
-
Pasal 15 ayat (1) UU No. 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia : “Dalam
Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)
dicantumkan kata-kata "DEMI KEADlLAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA
ESA".
-
Pasal 15 ayat (2) UU No. 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia : “Sertifikat
Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.”
-
Pasal 15 ayat (3) UU No. 42 Tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia : “Apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia
mempunyai hak menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya
sendiri.”
-
Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 sudah mengatur bahwa benda yang dibebani dengan jaminan
fidusia wajib didaftarkan. Terhadap jaminan fidusia yang tidak didaftarkan maka
ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia tidak berlaku,
dengan kata lain untuk berlakunya ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang
tentang Jaminan Fidusia maka harus dipenuhi bahwa benda jaminan fidusia itu
didaftarkan. Kreditur yang tidak mendaftarkan obyek jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran
Fidusia tidak bisa menikmati keuntungan-keuntungan dari ketentuan-ketentuan
dalam undang-undang jaminan fidusia seperti misalnya hak preferen atau hak didahulukan
(J. Satrio, 242 -243)
-
Konsekwensi lain dengan tidak
didaftarkannya suatu obyek jaminan fidusia adalah apabila debitur wanprestasi
maka kreditur tidak bisa langsung melakukan eksekusi terhadap jaminan fidusia
namun harus menempuh gugatan secara perdata di pengadilan berdasarkan ketentuan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Apabila sudah ada putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka baru dapat
dimintakan eksekusi terhadap obyek jaminan fidusia
12. Cara Eksekusi Jaminan
Fidusia
1.
Eksekusi
langsung dengan titel eksekutorial yang berarti sama kekuatannya dengan putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Eksekusi ini
dibenarkan oleh Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jarninan Fidusia
karena menurut pasal 15 ayat (2) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang
Jaminan Fidusia, sertifikat Jaminan Fidusia menggunakan irah-irah “Demi
Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang berarti kekuatannya
sama dengan kekuatan putusan pengadilan yang bersifat tetap. Irah-irah ini
memberikan titel eksekutorial dan berarti akta tersebut tinggal dieksekusi
tanpa harus melalui suatu putusan pengadilan. Karena itu, yang dimaksud dengan
fiat eksekusi adalah eksekusi atas sebuah akta seperti mengeksekusi suatu
putusan pengadilan yang telah berkekuatan pasti, yakni dengan cara meminta fiat
dari ketua pengadilan dengan cara memohon penetapan dari ketua pengadilan untuk
melakukan eksekusi. Ketua pengadilan akan memimpin eksekusi sebagaimana
dimaksud dalam HIR dan R.Bg.
2.
Pasal 29 UUJF, tentang Eksekusi, yang menyatakan bahwa
eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek jaminan fidusi dapat dilakukan
dengan cara (a) pelaksanaan title ekskutorial sebagaimana pasal 15 ayat (2)
oleh penerima fidusia. Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap (pasal 15 UUJF), maka dampaknya tidak ada lagi upaya hukum biasa
yang bisa dilakukan, seperti verset (perlawanan), banding, kasasi. Karena
disamakan dengan putusan pengadilan yang telah “Inkrach” maka pelaksaannya
eksekusi jaminan fidusia juga sama dengan eksekusi pengadilan, (vide pasal 4
Undang –undang No 14 tahun 1970, Pokok-pokok kekuasaan kehakiman) yakni
berdasarkan HIR bab IX tentang melaksanakan putusan hakim. Hakim akan
memanggil, memperingatkan (an manning) hingga eksekusi yang dilakukan oleh juru
sita. Terkait dengan proses eksekusi inilah juru sita pengadilan bisa meminta
bantuan aparat polisi terkait dengan proses tersebut. Hal itu dapat pula
dilihat pada pasal 441 R.v., yang menyatakan secara jelas, “Kreditur yang memegang
keputusan atau akte yang mengandung title eksekutorial bisa langsung
menghubungi dan minta juru sita untuk melaksanakan penyitaan atas harta
debitur.
3.
Pelelangan
Umum atau Parate eksekusi
Eksekusi fidusia juga
dapat dilakukan dengan jalan mengeksekusinya, oleh penerima fidusia lewat
lembaga pelelangan umum (kantor lelang), di mana hasil pelelangan
tersebut diambil untuk inelunasi pembayaran tagihan penerima fidusia. Parate
eksekusi lewat pelelangan urnum ini dapat dilakukan tanpa melibatkan pengadilan
sebagaimana diatur pasal 29 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999
Tentang Jaminan Fidusia.
4.
Penjualan
di bawah tangan.
Eksekusi fidusia juga
dapat dilakukan melalui penjualan di bawah tangan asalkan terpenuhi
syarat-syarat untuk itu. Adapun syarat-syarat tersebut adalah:
a.
Dilakukan
berdasarkan kesepakatan antara pemberi dengan penerima fidusia.
b.
Jika
dengan cara penjualan di bawah tangan tersebut dicapai harga tertinggi yang
menguntungkan para pihak.
c.
Diberitahukan
secara tertulis oleh pemberi dan/atau penerima fidusia kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
d.
Diumumkan
dalam sedikitnya dua surat kabar yang beredar di daerah tersebut.
e.
Pelaksanaan
penjualan dilakukan setelah lewat waktu satu bulan sejak diberitahukan secara
tertulis.
5.
Eksekusi
terhadap barang perdagangan dan efek yang dapat diperdagangkan.
Eksekusi terhadap
barang tersebut dapat dilakukan dengan cara penjualan di pasar atau bursa
sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk pasar dan bursa tersebut sesuai
dengan maksud pasal 31 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan
Fidusia.
6.
Eksekusi
lewat gugatan biasa
Meskipun
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia tidak menyebutkan
eksekusi lewat gugatan ke pengadilan, tetapi tentunya pihak kreditor dapat
menempuh prosedur eksekusi biasa lewat gugatan ke pengadilan. Sebab, keberadaan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia dengan model-model
eksekusi khusus tidak untuk meniadakan hukum acara yang umum. Tidak ada
indikasi sedikit pun dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan
Fidusia yang bertujuan meniadakan ketentuan hukum acara umum tentang eksekusi
umum lewat gugatan ke pengadilan negeri yang berwenang.
13. Kesepakatan dan kuasa tidak sah
-
Pasal 1321 KUHPerdata tentang
tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau
diprolehnya dengan paksaan atau penipuan.
14. Perlindungan Konsumen
a.
Menurut
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.“Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.
b.
Menurut
Pasal 1 butir 3 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik
yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian menyelenggarakan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.
c.
Menurut
Pasal 1 butir 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
“Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak
maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang
dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh
konsumen”.
d.
BAB III UU
Perlindungan Konsumen, pada Pasal 4 Hak konsumen adalah hak atas informasi yang
benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
dan hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan
e.
Bab V Ketentuan
Pencantuman Klausula Baku Pasal 18 dinyatakan, pelaku usaha dalam menawarkan
barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat
atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian
apabila menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha
untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap
barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
f.
Akta Notarial ada,
maka akte notariil tersebut dibuat dengan kuasa dari
konsumen. Hal ini jelas-jelas melanggar pasal 18 Undang-undang No 8 tahun 1999
tentang perlindungan konsumen.
g.
Penalti,
dengan pengubah pembayaran dari kredit menjadi tunggal bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) UUPK
h.
Peraturan Kapolri (Perkap) No
8/2011 menjelaskan bagaimana tata cara pengambilan objek perjanjian kredit yang
di atasnya sudah melekat jaminan fidusia yang harus disertai oleh aparat
kepolisian dan sepengetahuan pengurus RT/RW di mana konsumen selaku kreditur
tinggal.
15. Perusahaan Pembiayaan
-
Kegiatan
Perusahaan Pembiayaan merupakan sebagian kegiatan yang dilakukan oleh lembaga
pembiayaan. Dalam pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006
tentang Perusahaan Pembiayaan, disebutkan bahwa bentuk kegiatan usaha dari
Perusahaan Pembiayaan antara lain:
1. Sewa Guna Usaha;
2. Anjak Piutang;
3. Usaha Kartu Kredit;
dan/atau
4. Pembiayaan konsumen
-
Menurut terjemahaan bahasa Indonesia, Lembaga pembiayaan leasing disebut dengan sewa guna usaha, yaitu
suatu lembaga pembiayaan yang berorientasi pada pemberian atau peminjaman
sejumlah modal kerja dalam bentuk alat-alat produksi. lembaga pembiayaan Leasing
yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri
Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor.Kep.122/MK/IV/2/1974, 2 Nomor.32/M/SK/2/1974, 30/Kpb/I/1974 tertanggal 7 Februari 1974, tentang
Perizinan Usaha leasing.
16. Asas –asas
-
Pasal
1313 KUHPerdata disebutkan bahwa: ”Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
-
Pasal 1320 KUHPerdata disebutkan bahwa untuk sahnya suatu
perjanjian, diperlukan 4 syarat, yaitu adanya sepakat mereka yang mengikatkan
dirinya, kecakapan untuk membuat perikatan, hal tertentu dan suatu sebab yang
halal.
-
Dengan memenuhi persyaratan ini, masyarakat dapat membuat
perjanjian apa saja. Pasal 1320 KUHPerdata disebut sebagai ketentuan yang
mengatur asas konsesualisme, yaitu perjanjian adalah sah apabila ada kata
sepakat mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian.
-
Pasal 1338 asas kebebasan
berkontrak dalam membuat semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya